Mari membalik sejarah MotoGP. Setelah musim lalu berakhir, Honda dan Yamaha berpikir keras mengejar putaran mesin lebih tinggi. Dengan tambahan rpm, RC212V dan YZR-M1 bisa mengail kecepatan. Hitungannya, perbandingan reduksi rasio lebih ringan, tapi top speed boleh dikejar oleh rpm. Berarti, power menghela motor lebih banyak. Minimal menyamai Ducati Desmosedici, agar tidak diasapi. Baca deh majalah MOTORACE yang penuh dengan elektronik.
Tapi, itu hanya impian. Faktanya, Honda gagal dengan katup pneumatik 2008. Mereka memutuskan pakai mesin lama. Prediksi MotoGP 2008 pun, kian menarik. Honda kembali menggeser semangat idealis mereka. Kesimpulan sementara, pabrikan Jepang itu belum menemukan resep memukul Ducati dengan sistem pneumatik. Honda lebih pd dengan klep pegas. Siapa tahu, dapat muntahan.
Dalam impian tadi, Honda dan Yamaha berpikir efisiensi bahan bakar. Kan dibilang tadi, perbandingan semua gigi, praktis lebih enteng dengan rpm tinggi. Belum lagi penurunan volume silinder dari 990 cc jadi 800 cc. Ini menuntut penurunan kapasitas bensin jadi 21 liter.
Ducati dinilai, tidak memikirkan itu. Ducati akan lebih fokus mendongkrak putaran mesin GP7 sampe 20.000 rpm. Padahal, Honda dan Yamaha harus mencekik gasingan mesin hanya 19.000 rpm.
Musim lalu yang terjadi tidak begitu. Ducati tetap memikirkan konsumsi BBM lewat elektronik. Mereka mengontrol pemakaian bahan bakar dengan menseting mesin lean alias miskin di tikungan, kaya di trek lurus. Berarti, miskin kaya sama saja. Si miskin dan si kaya sejajar.
Ah, keterusan. Gejala mesin nembak atau drop dikendalikan dengan kontrol traksi. Sebaliknya, Honda dan Yamaha, malah mengendurkan putaran mesin. Strateginya, mesin harus basah di tikungan. Iya, lebih banyak bensin. Maksudnya, agar power motor tetap terkendali. Tenaga tidak muncul mendadak yang bikin bensin boros.
Di musim 2008 nanti, Yamaha bertekad membuat mesin M1 jadi lebih efisien. Caranya, mengadopsi teknologi direct fuel injection (DSI). Teknologi ini biasa digunakan pada mesin diesel. Tapi, contoh DSI di Indonesia, silakan dilihati di mobil terkini yang bisa mengirit bahan bakar sekitar 20 persen. Di F1 juga, sudah ada.
Kelebihan DSI, mesin bisa mencapai perbandingan kompresi lebih tinggi. Karena ruang bakar tetap dingin. Diharapkan cara ini mendongkrak power hingga 7%. “Sudah ada tambahan tenaga kuda. Tapi mungkin terlalu kecil seperti kuda poni. Makanya, perlu tambahan 5 kuda poni lagi,” ucap Masao Furusawa, direktur teknik tim Fiat Yamaha.
Honda terpaksa gigit jari dengan katup per. Mesin yang disebut konvensional. Mesin yang di atas kertas lebih boros. Jika pegas mengambang alias tidak sempat menutup sesuai buka tutup derajat pengapian, bahan bakar justru lebih rakus.
Tapi, dengan keputusan itu, Honda merasa power puncak pada 19.000 rpm sudah cukup. Mereka justru memperkuat senjata dengan mengandalkan manuver. Makanya, Nicky Hayden dipersilakan mencangkok mesin 2007 pada sasis 2008. Diakui sasis ini lebih baik yang tadinya buat pneumatik. “Tenaga mesin 2007 lebih kuat. Power 2008 sebenarnya sama. Hanya lebih lembut. Itu pilihan,” jelas Kazuhika Yamano, manajer baru tim HRC.
Monggo, pak.
DUCATI UNGGUL ELEKTRONIK
Meski Honda dan Yamaha telah melakukan perubahan drastis, Ducati masih selangkah lebih maju. Ducati tetap mengejar rpm tinggi dengan mengurangi hambatan pada gesekan. Selain itu, mereka lebih mengandalkan bantuan alat elektronik.
Alat elektronik Ducati memungkinkan mengontrol bukaan gas. Peranti ini menghitung seberapa banyak power bisa digunakan. Misalnya, corner atau tikungan atau radius yang disebut R1 sampai seterusnya, tetap diperhitungkan.
Yang dihitung tentu panjang radius pada tikungan. Sebab, akan berpengaruh pada kerja mesin. Jika radius tikungan panjang, otomatis penggunaan gigi rendah lebih banyak dan lama, itu menguras bensin. Berbeda jika radius tikungannya kecil, penggunaan gigi rendah tentu lebih singkat. Nah, ini yang sudah diatur sistem elektronik Ducati, seberapa banyak bahan bakar terpakai.
Melihat ini, rasanya Honda dan Yamaha harus segera mengejar urusan elektronik. Bukan lagi mesin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar